Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung




"* Barudak STAIPI Bandung,BerFilsafat Bersama Dosen FalSafaH IlMu *"

Rabu, 29 Juni 2011

Resume Novel Toto Chan



Oleh: Ipan Sopian AR


Toto Chan adalah fenomena seorang siswa di Jepang yang menggambarkan bagaimana ia mengalami proses pendidikan yang pandai menghargai potensi setiap siswa dan selalu menggali kapasitas-kapasitas siswanya, walaupun ada di antara mereka yang mengalami cacat fisik dan tergolong lambat belajar (slow learner). Toto Chan melukiskan kebanggaan terhadap sekolah yang diikutinya selama ini. Ia mau mempertahankan eksistensi sekolahnya walaupun di mata sebagian siswa sekolah lainnya, sekolah Toto Chan termasuk sekolah apa adanya alias jelek dipandang, dengan menggunakan gerbong kereta tua peninggalan zaman perang. Mengapa ia tetap mempertahankan opininya bahwa sekolahnya Tomoe namanya adalah sekolah hebat, karena kepala sekolah Tomoe selalu mau mengerti dan mau mendengar segala keluhan para siswanya. Selain itu, Kepala sekolah juga tidak pernah mau menyalahkan setiap prilaku siswanya, akan tetapi lebih mengarahkan ke arah prilaku yang lebih baik. Toto Chan sangat senang ketika bangku tempat duduknya bisa berubah-ubah dari hari ke hari, karena bagi Toto Chan dengan ini mempermudah berteman dan bersosialisasi dengan sesama. Yang lebih menarik, guru Toto Chan memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih materi apa yang lebih dulu siswa pilih dan tidak dipaksakan untuk dikerjakan dan diselesaikan dalam waktu yang sama, dengan keterbatasan yang ada pada siswa.
Dulu Toto Chan pernah sekolah sebelum dia pindah sekolah ke Tomoe, di sekolahnya dulu Totto chan dianggap oleh gurunya sebagai anak nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto chan dikeluarkan dari sekolah. Mama pun mendaftarkan Totto chan ke Tomoe Gakuen. Totto chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yng dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali kan? Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.
Toto Chan adalah fenomena seorang siswa di Jepang yang menggambarkan bagaimana ia mengalami proses pendidikan yang pandai menghargai potensi setiap siswa dan selalu menggali kapasitas-kapasitas siswanya, walaupun ada di antara mereka yang mengalami cacat fisik dan tergolong lambat belajar (slow learner). Toto Chan melukiskan kebanggaan terhadap sekolah yang diikutinya selama ini. Ia mau mempertahankan eksistensi sekolahnya walaupun di mata sebagian siswa sekolah lainnya, sekolah Toto Chan termasuk sekolah apa adanya alias jelek dipandang, dengan menggunakan gerbong kereta tua peninggalan zaman perang. Mengapa ia tetap mempertahankan opininya bahwa sekolahnya Tomoe namanya adalah sekolah hebat, karena kepala sekolah Tomoe selalu mau mengerti dan mau mendengar segala keluhan para siswanya. Selain itu, Kepala sekolah juga tidak pernah mau menyalahkan setiap prilaku siswanya, akan tetapi lebih mengarahkan ke arah prilaku yang lebih baik. Toto Chan sangat senang ketika bangku tempat duduknya bisa berubah-ubah dari hari ke hari, karena bagi Toto Chan dengan ini mempermudah berteman dan bersosialisasi dengan sesama. Yang lebih menarik, guru Toto Chan memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih materi apa yang lebih dulu siswa pilih dan tidak dipaksakan untuk dikerjakan dan diselesaikan dalam waktu yang sama, dengan keterbatasan yang ada pada siswa.
Banyak hal yang bisa dipalajari dari Toto Chan dengan sekolahnya “Tomoe” di antaranya guru dan kepala sekolah hendaknya memiliki keinginan untuk menghargai dan mengerti terhadap segala perbedaan siswa, siswa lebih banyak diberi kesempatan untuk berekspresi dan memilih apa yang hendak diketahuinya hari itu. Siswa dibangun untuk peduli terhadap sesama dan perhatian pada kesulitan yang dihadapinya. Dan yang lebih penting bagaimana siswa lebih ditumbuhkan kecakapan hidup (life skill) dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membangun kepercayaan diri dan jati diri mereka sebagai insan yang tangguh dan berakhlakul karimah.
Sekolah Alam adalah sebuah bentuk sekolah alternatif yang menyuguhkan format pendidikan berkonsep alam bertujuan untuk menyentuh dan menggali potensi yang ada dalam setiap diri individu siswa dengan berbagai kapasitasnya (individual diffrences). Dengan demikian setiap peserta didik diharapkan dapat lebih ekspressif dalam menuangkan hasrat dan ide-idenya ketika berada dalam proses pembelajaran dan juga terbentuk sikap mandiri serta tangguh (survival child) dalam menghadapi segala tantangan ke depan.
Manfaat yang diperoleh dalam format sekolah alam diantaranya: pertama, memberikan keleluasaan bagi para guru untuk mengembangkan bentuk materi dan strategi penyamapiannya dalam setiap kesempatan guna menghindari kebosanan (boredem) pada diri siswa. Kedua, memberikan nuansa alami sesuai dengan potensi siswa (student’s potential) untuk menemukan konsep-konsep yang akan mereka peroleh melalui proses pembelajaran.. Ketiga, memberikan kesempatan bagi para siswa untuk memupuk sikap saling menghargai dan memahami dalam merealisasikan akhlakul karimah serta bersosialisasi terhadap sesama. Keempat, mewujudkan ketrampilan hidup (life skill) yang dialami dalam setiap proses pembelajaran, dengan memberikan kesempatan untuk melakukannya langsung seperti merawat tanaman (plan watering), memberi makan ikan (fish feeding), dan waktu bersama-sama memanen tanaman (harvest time).

Dalam novel tersebut diceritakan ada seorang gadis cilik bernama Totto-Chan yang super aktif. Tetapi kesuperaktifan Totto-Chan tersebut tidak didukung oleh sistem pendidikan formal yang saat itu berlangsung di Jepang. Kelas di setting agar siswa tenang, teratur, dan dalam suasana formal. Segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran dilaksanakan secara teratur. Para pengajar pun mengikuti aturan secara “saklek”. Akibatnya, karena tidak tahan pada ulah Totto-Chan, guru di sekolah tersebut mengeluarkan Totto-Chan yang saat itu masih kelas satu SD. Al-Kisah, setelah mendaftar ke beberapa Sekolah Dasar, akhirnya ada salah satu sekolah yang mau menerima Totto-Chan sebagai muridnya, yaitu sekolah Tomoe, dengan Kepala Sekolah bernama Mr. Kobayashi.
Selain para guru yang mau menerima “curhatan” dari para siswa, kelas juga di setting semacam sekolah berdasarkan minat dan bakat. Siswa bebas memilih pelajaran yang akan diikutinya pada jam-jam awal sekolah. Selain itu, kelas juga terdiri dari beragam siswa, baik yang cacat maupun berfisik normal, dengan jumlah sekitar 10 orang.Dari kisah mengenai Totto-Chan, para pendidik dapat mengambil hikmah bahwa pada dasarnya, anak-anak butuh untuk di dengarkan. Sistem pendidikan yang terjadi beberapa dekade ini menunjukkan bahwa kecerdasan verbal anak didik kurang mendapat bimbingan, baik dari para guru di sekolah maupun para orang tua. Ketika seorang anak terlalu banyak bertanya dan mempertanyakan sesuatu baik kepada guru maupun orangtua, maka anak tersebut dianggap “ngeyel dan membangkang”. Dalam budaya Jawa, seorang anak dididik untuk berkata “nggih” kepada guru maupun orang tuanya. Akibat dari pola didik tersebut adalah lahirnya generasi-generasi “Yes Bos”, kurang kritis menyikapi berbagai perubahan, serta tidak mampu memeprtahankan pendapatnya sendiri
Setelah aku membaca satu dua bab, ternyata tentang seorang anak yang nakal, apakah ini tentang anak yang punya kelainan? ADHD mungkin? Atau autis? Itu awal pikiranku. Aku terus mencobanya menemukan sebenernya anak seperti apa Totto chan ini. Bab demi bab berlalu, sampai akhirnya tentang sebuah sekolah bernama Tomoe muncul dalam cerita di buku tersebut. Aku semakin tercengang! Ditambah dengan segala perlakuan kepala sekolahnya yang luar biasa, Mr. Kobayashi. Aku semakin penasaran dan semakin ingin tau.
Kembali lagi tentang buku ini, dan aku akan memceritakan sedikit cara Mr. Kobayashi memperlakukan anak-anak. Hampir tidak pernah dia melarang bahkan memarahi anak-anak. Semua hal yang diinginkan anak-anak selalu dia bebaskan, tapi tetap dengan pengontrolan. Anak-anak di sekolah ini benar-benar diberi kebebasan yang terarah dalam belajar. Dia mampu mendengarkan semua cerita anak-anak tanpa bosan bahkan hingga 4 jam. Dia tidak pernah menganggap apa yang anak-anak pikirkan salah karena anak-anak sedang dalam proses belajar dan ingin tahu, semuanya akan mereka lakukan untuk mewakili keingintahuannya. Mr. Kobayashi benar-benar memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk berpikir, tumbuh dan berkembang secara alamiah. Mr. Kobayashi adalah sosok yang selalu menghargai segala pendapat anak-anak dan dia senantiasa menghormati mereka dan memperlakukan mereka dengan sangat baik.Dia pun sangat menyukai alam dan senang sekali mengajak murid-muridnya untuk belajar langsung di alam atau mengajaknya jalan-jalan, agar anak-anak bisa mengenal sendiri lingkungannya sealamiah mungkin.
Sekolah Tomoe ini, sangat unik, sekolah dengan ruangan kelas berupa gerbong kereta api yang sudah tidak digunakan lagi dan jumlah muridnya pun tidak banyak, sengaja Mr. Kobayashi tidak mempublikasikan sekolahnya. Hanya ada 50 anak dari kelas satu sampai kelas 6, rata-rata tiap kelas berjumlah kurang lebih 10 orang. Totochan pertama kali datang sebagai murid kelas satu, yang sebelumnya sempat dikeluarkan dari sekolah lamanya karena keunikan karakter sifat yang dimilikinya dan orang dewasa kerap mengatakan bahwa dia anak nakal, tapi buktinya sekolah Tomoe ini telah menghasilkan seorang Totto chan yang sukses dan baik hati apalagi kasih sayangnya yang luar biasa terhadap teman-temannya yang beberapa tidak memeliki ketidaksempurnaan layaknya anak normal lainnya.
Sampai akhirnya, sekolah ini hancur, tahun 1945 bersamaan dengan perang yang terjadi di Jepang. Tetapi, sekolah ini telah menumbuhkan anak-anak yang pernah bersekolah di dalamnya menjadi sosok dewasa yang berhasil dan tentu saja, sekolah ini tidak akan pernah dilupakan para muridnya, karena di Sekolah ini mereka belajar banyak, belajar bagaimana menghargai, di Sekolah ini diajarkan bagaimana kita bisa konsentrasi dengan baik, bagaimana kita tidak boleh malu dengan perbedaan pada diri kita, selalu diajarkan untuk berpositive thinking, diajarkan untuk menngeluarkan segala kreativitas, dan banyak lagi. Itu lah sekolah Tomoe dan sosok kepala sekolah Mr. Kobayashi yang disayangi seluruh muridnya dan keakraban diantara sesama teman yang akan selalu hidup di masing-masing hati para muridnya. Dan aku yang membacanya, membuatku terenyah dan kagum pada seseorang yang bisa membangun dan menumbuhkan sisi baik seorang anak karena anak-anak pasti baik, kenakalan adalah efek dari lingkungan dan orang dewasa yang tidak mengerti bagaimana bersikap pada mereka.
Hikmah lain yang bisa kita ambil yaitu setiap anak mempunyai “keinginan” sendiri dan butuh penyaluran keinginan tersebut. Dari penyaluran “keinginan” (tentunya yang bersifat positif), akan melahirkan sikap trial and error sehingga akan muncul bakat dari setiap anak. Selama ini, sistem pendidikan kita memandang setiap anak didik secara seragam. Mereka mendapat perlakuan sama di kelas. Pola penilaian pun sama, yakni anak yang disebut pandai adalah mereka yang menduduki peringkat pertama di kelas. Padahal, setiap anak diciptakan berbeda dan mempunyai bakat yang berbeda pula. Akibatnya, anak yang tidak mendapat peringkat di kelas dicap sebagai anak bodoh, meskipun anak tersebut mempunyai prestasi di bidang olahraga maupun kesenian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Ayow Terus Tingkatkan Ilmumu, Jangan Pernah Menyerah, Gali potensimu Untuk mendapatkan Apa yang kamu Mau !!!