Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam Bandung




"* Barudak STAIPI Bandung,BerFilsafat Bersama Dosen FalSafaH IlMu *"

Kamis, 30 Juni 2011

Resume Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela

Oleh:
Imas Siti Zubaedah

BIOGRAFI BUKU
Judul Asli : Madogiwa No Totto-chan
Penulis : Tetsuko Kuroyanagi
Daerah Asal : Jepang
Judul : Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Barat 29-37, blok I Lt. 4-5 Jakarta
Edisi : Soft Cover
ISBN : 979220234X
ISBN-13 : 9789792202342
Tahun Penerbitan : 2003
Bahasa : Indonesia
Tebal Buku : 271 halaman
Harga : Rp 55.000,- (discount Rp 45.000,-)
Cover :











TEMA
Mendobrak system pendidikan formal yang memasung kreativitas anak.

ULASAN BUKU
Totto-chan adalah seorang anak yang mempunyai segudang rasa ingin tahu. Dia berumur 7 tahun dan duduk di kelas satu SD. Memang seperti anak kecil kebanyakan, tetapi menurut gurunya di sekolah yang lama, sang gadis kecil telah membuat kacau kelasnya, sehingga Totto-chan pun dikeluarkan dari sekolah. Guru itu pun menceritakan berbagai kenakalan Totto-chan. Totto-chan tidak pernah berhenti membuka-tutup mejanya. Setelah satu jam kemudian dia meninggalkan tempat duduknya lalu berdiri di depan jendela, memandang keluar. Kemudian guru itu pun berpikir, selama Totto-chan tidak membuat keributan, biar saja dia berdiri di sana, tapi tiba- tiba gadis cilik itu memanggil pengamen jalanan yang berpakaian kumuh, sehingga kelas pun menjadi gaduh.
Perbuatan Totto-chan ini menyulut emosi sang guru. Tidak hanya guru di kelasnya yang kesal atas perbuatan Totto-chan, guru-guru lain pun terganggu oleh ulahnya. Oleh karena itu, Mama Totto-chan pun terpaksa harus mencari sekolah lain, sekolah yang bisa memahami dan mengajari putri ciliknya untuk menyesuaikan diri dengan orang lain. Akan tetapi Mamanya tidak memberi tahu Totto-chan bahwa dia dikeluarkan dari sekolah, karena takut Totto-chan akan menderita tekanan batin.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah barunya, Totto-chan merasa bermimpi. Sekolah itu bernama Tomoe Gakuen. Tomoe Gakuen sendiri adalah sebuah sekolah unik yang didirikan di Jepang pada tahun 1937. Ruang kelas sekolah barunya itu menggunakan enam gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Totto-chan pun menjerit kegirangan. Dia langsung menyukai sekolah barunya itu. Sekolah itu dipenuhi oleh bunga berwarna merah dan kuning.
Ketika Totto-chan bertemu dengan kepala sekolah, dia langsung merasa cocok walaupun awalnya dia merasa tidak nyaman. Kemudian dia menceritakan semua hal yang Dia sukai. Kepala sekolah di sekolah barunya, Sosaku Kobayashi membuat ia merasa aman, hangat dan senang.
Memang, sekolah itu berbeda dengan sekolah lainnya. Muridnya saja hanya ada kira-kira 50 orang. Apalagi ketika Totto-chan diajak melihat Aula tempat biasa murid-murid makan siang. Dia sangat heran, Murid-murid diwajibkan membawa makanan yang berasal dari laut dan pegunungan, sehingga Totto-chan pun tidak sabar menunggu hari esok.
Esok harinya, Totto-chan sangat gembira ketika mau pergi ke sekolah. Di kelas satu di sekolah Tomoe Gakuen, hanya ada 9 murid. Peraturan di kelas itu sangat aneh menurut Totto-chan. Setiap anak diberi satu bangku tetap, tetapi mereka boleh duduk sesuka hati, dimana saja dan kapan saja. Pelajarannya pun sangat aneh. Setiap anak dibebaskan memilih pelajaran yang akan dipelajarinya. Murid yang suka mengarang langsung menuliskan sesuatu dan anak yang menyukai pelajaran fisika bisa langsung memulai praktikum.
Metode pengajaran ini membuat para guru bisa mengamati perkembangan anak-anak, bidang apa saja yang mereka minati serta cara berpikir dan karakter mereka. Bagi murid- murid memulai hari dengan mempelajari sesuatu yang paling mereka sukai merupakan hal yang sangat menyenangkan.
Akhirnya, tibalah waktu makan siang. Setiap anak diwajibkan untuk membawa makanan yang berasal dari laut dan pegunungan. Makanan yang dari laut contohnya seperti ikan dan tsukuda-ni (udang kecil dan sejenisnya yang direbus dengan kecap dan sake manis). Sementara makanan yang berasal dari pegunungan berarti makanan dari daratan seperti sayuran, daging sapi dan ayam.
Mama Totto-chan sangat terkesan dengan cara ini dan berpendapat bahwa sangat sedikit kepala sekolah yang mampu menetapkan aturan makan seperti itu secara sederhana. Anehnya, keharusan untuk memilih hanya dari dua kategori itu, membuat pekerjaan menyiapkan bekal makan siang menjadi lebih sederhana.
Totto-chan merasa gugup di hari pertama ketika makan siang, tetapi acara itu menurutnya sangat menyenangkan serta yang lebih menyenangkan lagi menurutnya adalah ketika menyantap bekal buatan mama, rasanya sungguh lezat.
Setiap hari di Tomoe Gakuen selalu penuh kejutan menurut Totto-chan. Ia begitu bersemangat pergi ke sekolah, dan setiap kali pulang dia tidak pernah berhenti bicara. Dia menceritakan semua yang dilakukannya di sekolah hari itu kepada orang tuanya dan Rocky, anjingnya.
Bahkan ketika sudah terbiasa dengan sekolah barunya, Totto-chan masih saja punya segudang cerita untuk diceritakannya setiap hari. Orang tuanya sangat bersyukur karena Totto-chan sangat menikmati sekolahnya. Pemupukan kepercayaan diri juga dilakukan terhadap anak-anak yang memiliki hambatan fisik yang kebetulan bersekolah di Tomoe. Perlombaan pada saat perayaan Hari Olahraga di Tomoe sepertinya dirancang sedemikian rupa sehingga mereka dapat ikut serta, bahkan dapat menjadi pemenang.
Takahashi, seorang murid yang tubuh, tangan dan kakinya berukuran pendek, mampu meraih juara umum. Kaki dan tangan Takahashi yang pendek membantunya memenangkan bermacam-macam lomba, seperti perlombaan menaiki tangga yang anak tangganya tersusun rapat, dan perlombaan merayap ke dalam ikan karper yang terbuat dari kain. Perlombaan yang berhasil membuat seorang anak yang memiliki hambatan fisik merasa dirinya mampu berprestasi seperti anak-anak lainnya.
Bahkan saking ingin menjaga mental anak didiknya, Kepala Sekolah pernah memarahi seorang guru yang pada saat menerangkan pelajaran biologi menanyakan pada seorang anak, apakah anak itu masih punya ekor? pertanyaan yang wajar ditanyakan seorang guru saat pelajaran. Pertanyaan yang biasa saja bila ditujukan kepada anak normal, namun pertanyaan tersebut kebetulan ditujukan pada seorang anak yang mengalami kelainan pada pertumbuhan tubuhnya. Kepala Sekolah tak ingin perkembangan jiwa si anak terganggu, karena merasa dirinya dianggap makhluk aneh.
Pada suatu hari, dalam perjalanan sekolah di atas kereta api, Totto-chan berpikir apakah Tomoe Gakuen punya lagu sekolah. Karena ingin tahu secepat mungkin, ia tidak sabar menunggu hingga kereta tersebut sampai ke stasiun yang terdekat di sekolahnya.
Begitu kereta memasuki stasiun Jiyugaoka, Totto-chan langsung melompat turun dan melesat dengan cepat. Begitu masuk gerbong kelasnya, Dia langsung bertanya kepada temannya, apakah sekolah Tomoe Gakuen itu punya lagu sekolah, tetapi temannya menjawab tidak. Dia beserta teman- temannya pergi ke kantor kepala sekolah untuk meminta dibuatkan lagu sekolah, Kepala sekolahnya pun berjanji besok pagi lagu sekolah itu pasti siap.
Keesokan harinya, ada pengumuman yang ditempelkan disetiap kelas, yang menyuruh setiap anak dan guru berkumpul di lapangan sekolah. Totto-chan bergabung dengan murid-murid lain, semua penasaran ingin tahu. Sambil membawa papan tulis ke tengah lapangan, Kepala sekolah berkata, “ Nah, dengar, ini lagu untuk Tomoe, sekolah kalian”, akan tetapi lagu itu sangat pendek, sehingga anak-anak pun tidak menyukai lagu itu.
Kepala Sekolah pun merasa sedikit kecewa, tetapi dia tidak marah. Mungkin kepala sekolah tidak pernah berpikir untuk membuat lagu sekolah. Jadi, ketika nada-nada itu dihapus dari papan tulis, berakhirlah masalah dan Tomoe Gakuen tidak pernah punya lagu sekolah.
Nama Totto-chan yang sebenarnya adalah Tetsuko. Sebelum ia lahir, semua teman orang tuanya yakin bahwa bayi yang akan lahir itu berjenis kelamin laki-laki. Mereka pun memutuskan menamai bayi mereka Toru. Namun, ternyata yang lahir bayi perempuan, mereka sedikit kecewa. Tetapi mereka menyukai huruf Cina untuk Toru, maka mereka menggunakan huruf itu untuk nama anak perempuan dengan memakai ucapan versi Cina tetsuko dan menambahkan akhiran ko yang biasa digunakan untuk nama anak perempuan.
Semua orang memanggilnya Tetsuko-chan, tetapi bagi gadis cilik itu, nama itu tidak terdengar seperti Tetsuko-chan, sehingga, setiap kali seseorang bertanya siapa namanya, ia akan menjawab, Totto-chan. Ia bahkan mengira chan adalah bagian dari namanya. Papanya kadang memanggil Totsky seolah ia anak laki-laki.
Di sekolah Tomoe, akan ada sebuah gerbong baru untuk ruang perpustakaan, dan anak-anak yang ingin melihat datangnya gerbong tersebut harus menginap di sekolah, karena gerbong tersebut akan datang pada malam hari. Mereka pun berkumpul di sekolah, setelah sempat pulang ke rumah untuk mengambil piama dan selimut. Totto-chan dan teman-temannya tidak akan pernah lupa malam itu, saat gerbong yang baru datang.
Keesokan harinya, ada kejadian yang membuat Totto-chan bertambah heran. Kepala sekolah Tomoe Gakuen mengizinkan anak muridnya untuk berenang tanpa memakai sehelai baju pun. Ini dimaksudkan untuk mengajarkan muridnya bahwa semua tubuh itu indah. Karena ada beberapa murid di sekolah Tomoe Gakuen yang terkena polio dan cacat tubuh.
Kepala Sekolah berpendapat jika mereka bertelanjang dan bermain bersama, rasa malu itu akan hilang dan membantu menjauhkan mereka dari rasa rendah diri. Akibatnya hampir semua murid Tomoe Gakuen berkulit cokelat, dan hampir tidak ada yang kulitnya belang putih bekas baju renang.
Setelah liburan musim panas berakhir, semester kedua pun dimulai. Di Jepang, tahun ajaran sekolah dimulai pada bulan April. Pada waktu mau masuk sekolah, Kepala sekolah berpesan kepada para orangtua agar mengenakan pakaian paling usang ketika ke sekolah. Dia ingin semua murid mengenakan pakaian usang agar Mereka tidak perlu mengkhawatirkan pakaiannya akan kena lumpur atau robek. Menurutnya, sayang kalau anak-anak harus takut dimarahi akibat mengotori pakaiannya, atau ragu-ragu bergabung mengikuti suatu permainan karena cemas baju mereka akan robek.
Suatu pagi, sekolah Tomoe Gakuen kedatangan murid baru. Namanya Takahashi. Dia sekelas dengan Totto-chan dan berasal dari Osaka. Osaka adalah kota impian yang belum pernah dilihat Totto-chan. Saat itu Totto-chan meminta Takahashi untuk menceritakan tentang Osaka. Sayangnya, lonceng berdentang, tanda jam pelajaran pertama dimulai. Totto-chan pun merasa sedikit kecewa.
Dalam perjalanan pulang dari sekolah, tak jauh dari rumah, di pinggir jalan, Totto-chan menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya, gundukan pasir yang tinggi. Totto-chan senang sekali, setelah melompat-lompat kecil, ia berlari kencang kearah gundukan pasir itu lalu melompat ke puncaknya. Tapi, ternyata itu bukan gundukan pasir. Di dalamnya ada adonan semen abu-abu.
Kemudian Totto-chan pun terbenam ke dalam semen itu, lama-kelamaan badannya tenggelam sampai dada. Ia tampak seperti patung, lengkap dengan tas sekolah dan sepatu. Semakin kuat ia mencoba keluar, semakin dalam kakinya terbenam. Sepatunya pun hampir lepas, sampai sore hari tidak ada yang menolongnya. Akhirnya, mama menemukannya di dalam gundukan semen itu. Mama yang mencoba menolongnya, kakinya malah ikut terperosok ke dalam gundukan itu. Selang beberapa lama, akhirnya Totto-chan dapat keluar dari gundukan semen itu, dan mama pun mengingatkannya agar tidak melompat ke dalam sesuatu sebelum mengetahui isinya.
Liburan tahun baru hampir tiba. Totto-chan berencana akan pergi bermain ski bersama Papa dan Mama. Teman Papanya, Hideo Saito, pemain cello dan dirigen di orkestra tempat Papa bermain, punya rumah peristirahatan yang indah di Tanah Tinggi Shiga. Mereka biasa menginap di sana pada musim dingin. Totto-chan mulai belajar bermain ski sejak bersekolah di taman kanak-kanak.
Bagi Totto-chan, tahun ini tidak sama dengan tahun sebelumnya. Kini ia sudah kelas 1 sekolah dasar dan sudah tahu bahasa Inggris walaupun sedikit. Papa mengajarinya bagaimana mengucapkan “thank you”.
Ketika kembali ke Sekolah setelah liburan musim dingin, anak-anak melihat sesuatu yang baru dan menakjubkan. Mereka berteriak-teriak kegirangan melihatnya. Di seberang deretan kelas ada satu gerbong baru, di samping petak bunga, dekat Aula. Ketika mereka berlibur, gerbong itu telah ditata menjadi perpustakaan.
Kepala sekolah mengatakan bahwa semua murid boleh datang ke perpustakaan kapan saja serta boleh meminjam buku untuk dibawa pulang, dan jika sudah selesai membacanya, mereka harus mengembalikan buku itu. Kalau ada yang punya buku di rumah yang pantas dibaca oleh teman-teman, Kepala sekolah akan senang sekali jika Mereka membawa buku itu ke perpustakaan.
Anak-anak sangat gembira. Dikarenakan belum terlalu lancar membaca, Totto-chan memilih buku bergambar yang tampak paling menarik. Buku yang dipilih Totto-chan rupanya berisi cerita rakyat. Ceritanya tentang putri orang kaya yang tidak bisa mendapatkan suami karena dia selalu buang angin. Akhirnya, orangtuanya berhasil menemukan suami untuk putrinya. Gadis itu terlalu bersemangat pada hari pernikahannya hingga tanpa sadar, dia buang angin lebih kencang dari biasanya. Angin itu mengangkat suaminya dari ranjang, memutar-mutar tubuhnya tujuh setengah kali, lalu membenturkan pria malang itu ke dinding sampai pingsan.
Gambar yang paling menarik di buku itu adalah gambar yang menunjukkan si pengantin pria berputar-putar di dalam kamar karena diterbangkan angin. Sejak itu, banyak anak yang ingin membaca buku tersebut.
Tak terasa musim semi telah tiba. Hari itu tepat setahun sejak pagi hari ketika untuk pertama kalinya Totto-chan datang ke Tomoe Gakuen bersama Mama. Sekarang Totto-chan dan teman-temannya gembira karena status baru mereka sebagai anak kelas dua. Mereka melihat anak-anak baru di kelas satu dengan penuh rasa ingin tahu. Bagi Totto-chan, tahun-tahun yang sudah ia lewati penuh dengan berbagai peristiwa.
Kepala sekolah memperkenalkan seorang guru baru. Dia adalah petani yang diminta kepala sekolah untuk mengajarkan cara bercocok tanam kepada muridnya. Petani itu mengajarkan apa saja yang Dia bisa. Walaupun seorang petani, Murid-murid menghormatinya layaknya seorang guru, Mereka menyebutnya guru pertanian.
Setahun kemudian, Totto-chan sudah duduk di kelas tiga. Dia sangat sedih karena Dia sangat menyukai Tai-chan. Tai-chan anak yang cerdas dan mahir dalam pelajaran fisika. Tai-chan juga pintar bahasa Inggris dan Dia yang mengajari Totto-chan mengucapkan kata rubah dalam bahasa Inggris. Pada suatu hari, Tai-chan pernah berbicara kasar terhadapnya, dan itu membuatnya sangat sedih, hanya karena Totto-chan melempar Tai-chan keluar arena waktu gulat sumo, itu membuat Tai-chan sangat malu.
Tomoe Gakuen kedatangan anak baru lagi. Tubuhnya terlalu jangkung dan tegap untuk anak laki-laki seusianya. Menurut Totto-chan perawakannya seperti anak kelas tujuh. Pakaiannya juga beda, mirip pakaian anak dewasa. Pagi itu anak-anak berkumpul di halaman sekolah serta Kepala sekolah pun memperkenalkan murid baru. Namanya adalah Miyazaki. Dia lahir dan dibesarkan di Amerika. Jadi, Miyazaki tidak lancar berbicara dalam bahasa Jepang. Kepala sekolah meminta murid-muridnya untuk membantu Miyazaki mengenal lingkungan sekolahnya.
Sebelum mereka sadari, perang dan segala kengeriannya telah mulai terasa dalam kehidupan Totto-chan dan keluarganya. Setiap hari, para pria dan pemuda di lingkungan tempat tinggalnya dikirim untuk pergi perang. Bahan pangan dengan cepat menghilang dari toko-toko. Semakin lama semakin sulit untuk memenuhi aturan makan siang di Tomoe Gakuen, yaitu menyediakan sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan. Hampir semua kebutuhan dijatah. Di mana-mana tidak ada lagi orang yang menjual permen.
Kepala sekolah merencanakan acara jamuan minum teh untuk mengantarkan keberangkatan Ryo-chan. Ini jamuan minum teh yang pertama di Tomoe. Jamuan minum teh adalah hadiah perpisahan yang menyenangkan dari Ryo-chan untuk anak-anak, walaupun ketika itu anak-anak sama sekali tidak punya bayangan tentang apa yang terjadi di luar lingkungan mereka. Jamuan minum teh menjadi permainan terakhir yang para murid mainkan di Tomoe sebelum mereka berpisah dan pergi menjalani kehidupan masing-masing.
Karena banyaknya bom yang dijatuhkan tentara Amerika, akhirnya Tomoe Gakuen pun terbakar. Kejadiannya di malam hari. Sekolah yang merupakan impian Sosaku Kobayashi, sang Kepala sekolah, terbakar habis. Sekolah itu roboh bersamaan dengan bunyi-bunyi yang mengerikan, bukan iringan suara-suara yang amat disayanginya, suara tawa dan nyanyian anak-anak. Api, yang tidak mungkin dipadamkan, meratakannya dengan tanah. Api berkobar dimana-mana diseluruh Jiyugaoka.
Di tengah semua itu, Kepala sekolah berdiri di tengah jalan sambil memandang Tomoe yang terbakar. Seperti biasa, dia mengenakan setelan tiga potong berwarna hitam yang sudah usang. Dia berdiri tegak dengan kedua tangan di dalam saku. “Sekolah seperti apa yang akan kita bangun lagi?” tanyanya kepada putranya, Tomoe, yang berdiri di sampingnya. Tomoe mendengar kata-kata ayahnya, terpana dan tidak bisa berkata apa-apa. Kecintaan Mr. Kobayashi terhadap anak-anak dan ketulusannya dalam mengajar jauh lebih kuat daripada api yang sekarang membakar sekolahnya.
Totto-chan berbaring dalam kereta pengungsi yang penuh sesak, terhimpit di antara orang-orang dewasa. Kereta bergerak menuju Timur Laut. Ketika dia memandang ke luar jendela, dia ingat kata-kata perpisahan yang diucapkan kepala sekolah, “Kita akan bertemu lagi!”. Dia tidak ingin melupakan kata-kata itu, sambil merasa yakin Dia akan segera bertemu lagi dengan Mr. Kobayashi. Totto-chan akhirnya tertidur. Kereta merayap dalam gelap, membawa para penumpang yang diliputi kecemasan.
Di akhir buku cerita ini Si penulis menceritakan tentang teman-temannya yang dulu pernah bersekolah di Tomoe Gakuen. Akira Takahashi, temannya yang terkena polio tidak pernah bertambah tingginya. Tapi dengan nilai-nilai yang sangat bagus, dia berhasil diterima di SMU yang terkenal di Jepang. Setelah itu dia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Meiji dan meraih gelar Insinyur listrik. Sekarang Dia menjadi manajer personalia di sebuah perusahaan elektronik. Totto-chan pun mengunjungi Takahashi dan istrinya di Hamamatsu. Mereka bernostalgia dengan menceritakan perasaan mereka saat bersekolah di Tomoe Gakuen.



TUJUAN PEMBUATAN NOVEL
Sebuah novel ditulis dengan tujuan untuk dapat dinikmati para pembacanya. Tujuan pembuatan novel memang seharusnya untuk menghibur, mengisi waktu senggang dan membuat kita merasa nyaman disaat bosan. Seperti itulah setidaknya yang harusnya kita rasakan ketika kita sedang membaca atau baru selesai membaca sebuah novel.
Dalam novel Totto-Chan, Tetsuko Kuroyanagi sepertinya ingin mengajak kepada guru-guru untuk membuka wawasan yang lebih terbuka tentang bagaimana mendidik murid-muridnya. Melalui novel ini, diharapkan para pendidik dan orang tua tidak memasung kreatifitas anak-anaknya dengan berbagai larangan, tetapi anak-anak harus diarahkan ke jalan yang positif dengan cara-cara yang baik tanpa membatasi kreatifitas anak.

KELEBIHAN NOVEL
Jika biasanya komik dari Jepang yang sering kita jumpai, novel Jepang ini sangat layak untuk dikoleksi. Sangat unik, inspiratif dan sarat dengan filosofi, menanamkan untuk lebih menyukai belajar sejak dini.
Secara cerita, novel yang diilhami cerita masa kecil ini boleh dibilang sangat unik dan menarik. Kisahnya di sajikan bab-per bab dengan kronologi kejadian dan disampaikan secara ringkas dan padat, sehingga dijamin tidak membosankan ketika membaca novel ini karena tidak ada kalimat bertele-tele maupun tulisan yang panjang-panjang.
Hal yang membuat kesan mendalam dari buku ini adalah bagaimana kita belajar untuk bisa melihat banyak hal dari sudut pandang yang berbeda, terutama melalui rangkaian kisah bagaimana sistem pembelajaran yang beda, yang diterapkan Pak Kobayashi mampu membentuk beragam karakter Murid-muridnya, khususnya beberapa yang memiliki kekhususan, ada yang cacat fisik, ada yang jenius dan Totto-chan sendiri digambarkan sebagai anak yang sering hidup dengan pikirannya sendiri.
Ada ungkapan menarik dari Tetsuko Kuroyanagi tentang sekolah dimasa kecilnya ini di akhir tulisan: “Aku yakin jika sekarang ada sekolah-sekolah seperti Tomoe, kejahatan dan kekerasan yang begitu sering kita dengar sekarang dan banyaknya anak putus sekolah akan jauh berkurang. Di Tomoe tidak ada anak yang ingin pulang ke rumah setelah jam pelajaran selesai, dan di pagi hari, kami tak sabar ingin segera sampai ke sana. Begitulah sekolah itu.”







FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK
Buku yang merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang keras di Jepang ini, berhasil merebut perhatian sebagian besar masyarakat Jepang. Dalam buku ini dijelaskan bahwa sistem pendidikan di Jepang yang terkenal keras dan disiplin, bukanlah jaminan bahwa seorang anak akan berkembang dengan baik. Bahkan, bisa jadi seseorang yang tidak kuat dengan sistem tersebut akan mengalami tekanan mental dan bisa menjadi depresi.
Begitu juga dengan sekolah konvensional di Indonesia yang mengharuskan siswa hadir pada pukul 07.00 tepat dan pulang pada waktu yang ditentukan. Sistem ini juga belum tentu akan menghasilkan output yang baik. Banyak siswa yang merasa tertekan dengan apa yang dilakukan oleh sekolah dan standar kelulusan yang semakin merangkak naik dari tahun ke tahun. Jika dulu, ketika kita duduk di bangku sekolah, kita lupa mengerjakan PR atau nilai ulangan jelek, maka kita akan mendapatkan hukuman. Sangat berbeda dengan Tomoe yang membiarkan muridnya berkembang dengan sendirinya sesuai minat yang dimiliki.
Sekolah konvensional dinilai tidak dapat mengakomodasi semua kecerdasan yang dimiliki siswa. Bahkan, seringkali sekolah konvensional mematikan kecerdasan siswa yang luar biasa. Dalam hal ini, Sekolah Tomoe membiarkan siswanya berkembang sesuai dengan apa yang dimiliki. Selain membuat siswa merasa nyaman, kecerdasan yang Mereka miliki dari lahir akan semakin terasah serta bisa mengembangkan segala kreativitas dan energinya

TENTANG PENGARANG
Tetsuko Kuroyanagi lahir di Nogisaka, Tokyo 9 Agustus 1933. Tetsuko Kuroyanagi adalah seorang aktris Jepang internasional yang terkenal, seorang pembawa acara talk show, seorang penulis buku anak terlaris, World Wide Fund untuk penasihat Alam, dan Goodwill Ambassador untuk UNICEF. Ayahnya seorang pemain biola dan concertmaster. Totto-chan adalah nama panggilan Tetsuko Kuroyanagi saat masih anak-anak. Menurut Memoar Otobiografinya, pada tahun 1981, Kuroyanagi pergi ke SD Tomoe Gakuen ketika ia masih muda. Setelah itu, ia belajar di Tokyo College of Music, jurusan opera, karena ia bermaksud untuk menjadi seorang penyanyi opera. Setelah lulus dari Universitas Tokyo Ongaku pada tahun 1979, Dia tertarik untuk bertindak dalam industri televisi hiburan, sehingga dia bergabung di Tokyo Hōsō Gekidan dan pelatihan di Mary Tarcai Studio di New York.
Pada tahun 1981 menandai sebuah titik balik dalam kariernya, sebagai anak-anak Kuroyanagi menerbitkan bukunya Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela, di mana Kuroyanagi menulis tentang nilai-nilai pendidikan konvensional yang Ia terima di Sekolah Tomoe Gakuen dan dari gurunya Sosaku Kobayashi. Buku ini dianggap memoar masa kecilnya, dan setelah dirilis, menjadi buku laris dalam sejarah Jepang. Buku ini pertama kali diterjemahkan ke Bahasa Inggris tahun 1984 oleh Dorothy Britton, dan diterbitkan di lebih dari 30 negara.

KESIMPULAN
Totto Chan, judul aslinya adalah madogiwa no totto chan, adalah buku biografi masa kecil tetsuko kuroyanagi sewaktu bersekolah di Sekolah Tomoe. Sekolah Tomoe sendiri adalah Sekolah yang dibangun Pak Kobayashi yang memiliki sistem pendidikan berbeda dari sekolah dasar lain pada umumnya, bahkan bangunannya pun tampil beda, karena menggunakan gerbong kereta api sebagai ruangan kelas.
Buku ini bercerita secara kronologis mengenai diri Totto-chan mulai saat Dia pertama kali bersekolah di Tomoe, pengalaman selama belajar di sana, cerita tentang teman-teman sekelas, tradisi-tradisi khas sekolah Tomoe, hingga perpisahan dengan Sekolah itu saat jepang mulai di serang pasukan sekutu saat akhir perang dunia kedua.
Setiap anak memiliki karakter khas-nya masing-masing, dan seorang guru yang baik adalah berusaha membangun karakter sang anak tadi sebagai potensi yang dimilikinya, bukan memaksa dan merubah karakter si anak sesuai karakter sang guru, serta hal yang penting untuk menumbuhkan rasa saling percaya pada anak-anak, sehingga tanpa sadar Mereka akan berkembang menjadi orang yang sadar akan lingkungan serta bertanggung jawab. Di dalam buku ini, proses-proses belajar seperti ini mendapat porsi yang besar dan hebatnya disampaikan secara mengalir, tanpa kesan menggurui.
Buku ini sangat baik bagi para guru dan orang tua, mendidik dan sangat menginspirasi. Dunia anak sangatlah indah dan adalah kesalahan besar mengisinya dengan perlakuan tidak adil yang menilai karakter ataupun kreativitas anak hanya dengan satu parameter.
Amanat yang terkandung didalam novel ini juga dapat diterapkan dalam membina jiwa pemimpin yang ada di dalam diri Kita. Melalui sosok seorang Kepala sekolah bernama Sosaku Kobayashi, Kita dapat belajar tentang bagaimana berani untuk bertindak berbeda sesuai dengan keyakinan dan prinsip hidup masing-masing. Bagaimana Beliau berani mencoba dan mempelajari sesuatu yang dianggap tidak biasa dengan beragam tanggapan dari orang-orang. Bagaimana beliau sebagai kepala sekolah mendekatkan diri dengan para muridnya melalui perhatian yang benar-benar tulus dari dalam hati.

2 komentar:

  1. Mau nanya dong mas/mbak ,ini buku di terjemahin langsung dari bahasa jepang atau dari bahasa inggris?

    BalasHapus
  2. mampir disini juga ya:)
    https://calongurusains.blogspot.com/2019/04/review-buku-totto-chan.html

    BalasHapus


Ayow Terus Tingkatkan Ilmumu, Jangan Pernah Menyerah, Gali potensimu Untuk mendapatkan Apa yang kamu Mau !!!